Arin Yuniratama
Potret
Jujur Kota Jakarta dalam Film “A Copy of My Mind”
Film “A Copy
of My Mind” tayang perdana di bioskop pada tanggal 11 Februari 2016. Film yang
disutradarai oleh Joko Anwar ini secara garis besar menceritakan tentang
kehidupan sehari-hari Sari (Tara Basro), hubungan percintaannya dengan Alek
(Chicco Jerikho), dan konflik keduanya yang terlibat dalam skandal politik.
Saya memilih
membahas gambaran kota melalui film “A Copy of My Mind” karena selain film ini
mendapatkan sederet piala penghargaan, film ini juga dengan gamblang
menceritakan kehidupan di Jakarta secara jujur dan realistis.
Joko Anwar
dalam film ini mengangkat kehidupan Kota Jakarta -dengan segala permasalahannya
- melalui kedua tokoh utama yaitu Sari dan Alek. Sari merupakan seorang
perempuan pendatang baru yang bekerja sebagai pegawai facial di salon, hobi menonton film dan membeli DVD bajakan.
Sedangkan Alek adalah seorang laki-laki penerjemah subtitle untuk film bajakan yang dijualnya. Sari dan Alek menjadi
cerminan rakyat pinggiran yang hidup dengan ekonomi pas-pasan dan tinggal di
tengah megahnya ibu kota.
Dalam film
ini tergambar dengan jelas realita kehidupan asli Jakarta yang pasti dialami
juga di perkotaan lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan Jakarta sebagai
kota metropolitan dan gemerlap akan kemewahan yang ditampilkan, tetapi sisi
asli Jakarta yang ditinggali oleh penghuni pinggiran yang hidup berhiruk pikuk
dengan ramai dan bisingnya suara kendaraan, suara adzan yang berkumandang,
padatnya kos-kosan, dan berdesak-desakan dengan penghuni yang berasal dari
berbagai daerah lain.
Film ini
diambil dengan setting saat kampanye pemilu
presiden sedang dalam masa puncaknya. Beberapa adegan menggambarkan kampanye
besar-besaran yang menjadi ciri khas saat pemilu berlangsung di Indonesia
terutama di Jakarta.
Sari yang
hobi menonton film, selalu membeli DVD bajakan. Tetapi ia kesal jika subtitle film yang ia beli berkualitas
buruk dan ‘ngaco’. Alek yang bekerja sebagai penerjemah subtitle dan penjual DVD bajakan, setiap malam memasang taruhan
untuk balapan motor. Sari dan Alek sama-sama hidup dengan berekonomi rendah,
sehingga rela bekerja apa saja termasuk melakukan hal ilegal seperti membajak
film. Adegan-adegan tersebut sangat akrab karena sering kita temukan
sehari-hari.
Masalah
sosial dan isu politik yang kerap terjadi di Indonesia juga dimasukkan ke dalam
film ini. Seperti pada adegan dimana Sari mencuri DVD yang ternyata merupakan
barang bukti rekaman kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat. Sari dan
Alek pun menjadi target pencarian dan hampir dibunuh oleh kaki tangan sang
pejabat. Sari juga pernah memberi treatment di dalam penjara untuk terdakwa
kasus korupsi, hal ini pasti pernah kita dengar bahwa ada banyak kamar VVIP dan
perlakuan istimewa terhadap narapidana walaupun mereka mendekam di penjara.
Dari segi
percintaan, hubungan romantis antara Sari dan Alek sangat ditunjukkan dalam
film ini. Banyak adegan seksual yang ditampilkan menunjukkan kehidupan kaum
muda yang hidup bebas di kota besar seperti Jakarta.
Dari sekian
permasalahan seperti maraknya penjualan DVD bajakan, bebasnya pergaulan kaum
muda, balapan liar, tindakan korupsi yang dilakukan pejabat, dan perlakuan
istimewa napi di dalam penjara ditampilkan sebagai sindiran atau kritik sosial
dan bukti nyata kehidupan di Jakarta. Isu sosial dan politik tersebut dikemas
dalam sebuah film untuk membuka mata setiap penontonnya.